Senin, Agustus 2

Cinta Tak Terbalas


Kadang saya iri melihat orang-orang di sekeliling saya, disayangi oleh “seseorang”. Apalagi di bulan Februari. Di mana-mana nuansanya Valentine. Saya memang penganut “tiada pacaran sebelum akad”, tapi sebagai manusia kadang timbul juga perasaan ingin diperhatikan secara istimewa.

Saya tidak pernah tahu rasanya candle light dinner. Pun tidak pernah menerima bunga mawar merah. Tidak ada yang menawarkan jaketnya saat saya menggigil kedinginan. Atau berpegangan tangan sambil melihat hujan meteor. (Deuh, Meteor Garden banget! He..he...)

Yah, mungkin saya bisa merasakan sekilas hal-hal itu kalau saya sudah menikah. Mungkin. Mudah-mudahan. Tapi sampai saatnya tiba, bagaimana caranya supaya tidak kotor hati?

Lalu saya pun tersadar, tiga kata cinta yang saya rindukan itu sudah sering saya dengar. Orang tua saya selalu mengucapkannya. Memanggil saya dengan “sayang” betapapun saya telah menyusahkan dan sering menyakiti mereka. Mungkin mereka bahkan memanggil saya seperti itu sejak saya belum dilahirkan. Padahal belum tentu saya jadi anak yang bisa melapangkan mereka ke surga... Belum tentu bisa jadi kebanggaan... Jangan-jangan hanya jadi beban...

Tatapan cinta itu juga sering saya terima. Dari ibu yang bergadang menjaga saya yang tengah demam... Dari ayah yang dulu berhenti merokok agar bisa membeli makanan untuk saya... Dari teman yang beriring-iring menjenguk saya ketika dirawat di rumah sakit... Dari adik yang memeluk saya ketika bersedih. Dari sepupu yang berbagi makanan padahal ia juga lapar. Dari orang tua teman yang bersedia mengantarkan saya pulang larut malam. Betapa seringnya kita tidak menyadari...

Tidak hanya dari makhluk hidup. Kasih dari ciptaan Allah lainnya juga melimpah. Matahari yang menyinari dengan hangat. Udara dengan tekanan yang pas. Sampai cinta dari hal yang mungkin selama ini tidak terpikirkan. Saya pernah membaca tentang planet Jupiter. Sebagai planet terbesar di tata surya kita, Jupiter yang gravitasinya amat tinggi, seakan menarik bumi agar tidak tersedot ke arah matahari. Benda-benda langit yang akan menghantam bumi, juga ditarik oleh Jupiter. Kita dijaga! (Maaf buat anak astronomi kalau salah, tapi setahu saya sih kira-kira begitulah)

Di atas segalanya, tentu saja ada cinta Allah yang amat melimpah. Duh... Begitu banyaknya berbuat dosa, Allah masih berbaik hati membiarkan saya hidup... Masih membiarkan saya bersujud walau banyak tidak khusyunya. Padahal kalau Ia mau, mungkin saya pantas-pantas saja langsung dilemparkan ke neraka Jahannam... Coba, mana ada sih kebutuhan saya yang tidak Allah penuhi. Makanan selalu ada. Saya disekolahkan sampai tingkat tinggi. Anggota tubuh yang sempurna. Diberi kesehatan. Diberi kehidupan. Apalagi yang kurang? Tapi tetap saja, berbuat maksiat, dosa... Malu...

Tentu ada ujian dan kerikil di sepanjang kehidupan ini. Tapi bukankah itu bagian dari kasih-Nya juga? Bagaimana kita bisa merasakan kenikmatan jika tidak pernah tahu rasanya kepedihan? Buat saudaraku yang diuji Allah dengan cobaan, yakinlah bahwa itu cara Allah mencintai kita. Pasti ada hikmahnya. Pasti!

Jadi, selama ini ternyata saya bukan kekurangan cinta. Saya saja yang tidak pernah menyadarinya. Bahkan saya tenggelam dalam lautan cinta yang begitu murni.

Sekarang pertanyaannya, apa yang telah kita lakukan untuk membalasnya? Kalau saya, (malu nih..) sepertinya masih sering menyakiti orang lain. Sadar ataupun tidak sadar. Kalaupun tidak sampai menyakiti, rasanya masih sering tidak peduli dengan orang. Apalagi pada Allah... Begitu besarnya cinta Allah pada saya dan saya masih sering menyalahgunakannya. Mata tidak digunakan semestinya... Lisan kejam dan menyayat-nyayat... Waktu yang terbuang sia-sia...

Kalau sudah seperti ini, rasanya iri saya pada semua hal-hal yang berbau “pacaran pra nikah” hilang sudah. Minimal, berkurang drastislah. Siapa bilang saya tidak dicintai? Memang tidak ada yang mengantar-antar saya ke mana-mana, tapi Allah mengawal saya di setiap langkah. Tidak ada candle light dinner, tapi ada sebuah keluarga hangat yang menemani saya tiap makan malam. Tidak ada surat cinta, tapi bukankah Allah selalu memastikan kebutuhan saya terpenuhi? Bukankah itu juga cinta?

Entah cinta yang “resmi” itu akan datang di dunia atau tidak. Tapi ingin rasanya membalas semua cinta yang Allah ridhoi. Tulisan ini bukan untuk curhat nasional. Yah, siapa tahu ada yang senasib dengan saya J Yuk, kita coba sama-sama. Jangan sampai ada cinta halal yang tak terbalas... (ariyanti)



Minggu, Agustus 1

Di Balik Kegagalan

Bila anda mencari alasan untuk sebuah kegagalan, anda bisa temukan berjuta-juta dengan mudahnya. Namun, alasan tetaplah alasan. Ia takkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan.

Kerapkali, alasan serupa dengan pengingkaran. Semakin banyak menumpuk alasan, semakin besar pengingkaran pada diri sendiri.

Ini menjauhkan anda dari keberhasilan; sekaligus melemahkan kekuatan diri sendiri. Berhentilah mencari suatu alasan untuk menutupi kegagalan. Mulailah bertindak untuk meraih keberhasilan.

Belajarlah dari penambang yang tekun mencari emas. Ditimbanya berliter-liter tanah keruh dari sungai. Ia saring lumpur dari pasir. Ia sisir pasir dari logam. Tak jemu ia lakukan hingga tampaklah butiran emas berkilauan. 

Begitulah semestinya anda memperlakukan kegagalan. Kegagalan itu seperti pasir keruh yang menyembunyikan emas. Bila anda terus berusaha, tekun mencari perbaikan di sela-sela kerumitan, serta berani menyingkirkan alasan-alasan, maka anda akan menemukan cahaya kesempatan.

Hanya mencari alasan, sama saja dengan membuang pasir dan semua emas yang ada di dalamnya

Senin, Juli 19

Mirror

What good is a mirror? We go the mirror to see 
whether we have a neat hair, whether we're fitting clothes worn, and others. For a woman who is very concerned with appearance, 
has a mirror is very useful. He could at any time to check if proper gloss lips lipstick or not, whether his hair was combed neatly, or does his face have been well ordered. For a public figure who became a favorite of many, left mirror before going out to meet the admirers, is a must. A public figure would have to look "perfect", because if not, it will 
become a laughingstock and disappointment to the fans. 
Then, what good is a mirror of our behavior? If 
anyone want to reflect before acting and saying, of course the world would be better than now. 
Reflecting before acting, is to try to think 
whether the action we will do will be harming ourselves and others, or vice versa. If it is going to hurt yourself and others, then should not be done. 
Mirror before saying, is by trying to ponder, what would we say the words that will harm themselves and others, or otherwise it will bring good to yourself and other people. let imagine a mirror in front of us before we 
act and say. A mirror that will tell: Is there something wrong with the actions or words would I do?